Senin, 25 April 2016

Dalami suap PT Brantas Abipraya, Kejagung periksa Wakajati DKI

Tim klarifikasi internal Kejaksaan Agung (Kejagung) bentukan Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas) mengecek Wakajati DKI Jakarta, M Rum berkaitan operasi tangkap tangan (OTT) masalah sangkaan suap PT Brantas Abipraya (AB) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). " Hari ini juga masihlah berlanjut aksi kontrol diantaranya mengecek Wakajati DKI MR, Ini telah datang, " kata Jamwas R Widyopramono di Kejagung, Jakarta, Rabu (6/4). Berbarengan dengan M Rum, tim klarifikasi yang diketuai oleh Sesjamwas Jasman Panjaitan juga turut mengecek Direktur Penyidikan pada Jampidsus, Fadil Jumhana serta Kasubdit pada Jampidsus, Yulianto. " Serta Kepala TU Jampidsus nama inisial AD, ditambah lagi kontrol yang berkaitan dengan tim penyelidik Kejati DKI itu terdapat banyak kita panggil serta hari ini telah jalan juga, " tutur dia. Walau demikian, Widyo tidak ingin merinci materi dari kontrol itu dengan dalil kontrol masihlah berjalan.

Widyo berjanji bila semuanya hasil kontrol usai serta telah diambil kesimpulan, pihaknya bakal membuka dengan cara gamblang. " Untuk substansi dari kontrol itu, untuk sesaat gw belum dapat berikan lantaran harus mesti disinkronkan dengan hasil kontrol yang lain. Tunggulah waktunya pada hasil akhir kelak kita memperoleh satu rangkuman, itu duit bakal kita publisir seperti ini, " pungkas Widyo. Dalam masalah sangkaan suap yang dibongkar KPK ini, disangka kuat duit suap bakal diberikan PT Brantas Abipraya untuk mengamankan masalah sangkaan korupsi yang tengah dilidik Kejati DKI Jakarta. Bahkan juga, dari info yang berkembang, duit yang diambil alih KPK bukan sekedar Rp 1, 9 miliar. Kuat sangkaan, duit Rp 1, 9 miliar itu adalah sisi dari keseluruhan keinginan Kejati DKI yaitu Rp 5 miliar dengan catatan masalah sangkaan korupsi yang melibatkan PT Brantas Abipraya tak dilanjutkan.

 Apa lagi, KPK telah mengendus ada sangkaan keterlibatan Kajati DKI Jakarta Sudung Situmorang serta Aspidsus Kejati DKI Tomo Sitepu dalam pusaran korupsi itu. Instansi antirasuah mengira ada deal-dealan pada PT Brantas serta pihak Kejati DKI Jakarta untuk hentikan satu masalah sangkaan korupsi. " Disangka ada janji pada ke-2 iris pihak, maka dari itu ini bakal didalami melalui beberapa kontrol, " kata Yuyuk waktu di konfirmasi. Sebelumnya mengecek Wakajati serta pihak Kejagung yang lain, tim klarifikasi Jamwas juga telah mengecek lebih dahulu Sudung serta Tomo, Selasa (5/6) tempo hari. Kontrol dikerjakan untuk tahu lebih jauh peran keduanya dalam masalah suap itu.

 Di ketahui, KPK lakukan operasi tangkap tangan (OTT) pada tiga pihak swasta yaitu Senior Manager PT Brantas Abipraya, Dandung Pamularmo (DPA), Direktur Keuangan PT Brantas Abipraya Sudi Wantoko (SWA) serta penghubung suap bernama Marudud. Ketiganya di tangkap waktu bakal menyerahkan duit suap dari PT Brantas Abipraya sebesar USD 148 ribu pada Marudud sebagai penghubung di satu hotel di Jakarta, Kamis (31/4). Atas tindakannya, ketiga tersangka itu dijerat dengan Pasal 4 ayat 1 huruf a Undang-undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP atau Pasal 5 huruf a Undang-undang Tipikor jo Pasal 53 ayat 1 KUHP.

Fakta-fakta siswi ancam Polwan & ngaku anak Jenderal

Tindakan konvoi beberapa pelajar selesai ikuti ujian nasional (UN) di Medan, Rabu (6/4) sore, diwarnai aksi arogan dari seseorang siswi. Terkecuali tidak mematuhi ketentuan jalan raya berbarengan rekannya, dia meneror perwira Polantas. Aksi arogan siswi itu berlangsung di Jalan Sudirman, Medan.

Waktu itu, mobil Honda Brio hitam bernomor polisi BK 1428 IG melintas dengan pintu belakang terbuka ke atas. Mobil yang ditumpangi 7 siswi dengan seragam berlogo SMA Methodist I itu dihentikan seseorang Polwan, Ipda Perida Panjaitan. Polwan serta dua polantas lain menyebutkan bakal menindak serta membawa mobil itu ke kantor Satlantas Polresta Medan. Seseorang siswi memiliki rambut panjang segera emosi. Bukannya mengaku kekeliruannya, seseorang siswi malah geram serta mengakui mempunyai beking. Waktu itu, diakuinya sebagai anak Jenderal Polisi. Tersebut sebagian kenyataan seseorang siswi memarahi Polwan serta mengakui anak Jenderal :

Minggu, 24 April 2016

Lahir prematur dan lumpuh layu, Putu Wahyu kesulitan berobat

Miris serta memprihatinkan. Tersebut deskripsi kehidupan yang ditempuh oleh Putu Wahyu Suntari (3) putri pertama dari pasutri Kadek Mertayasa dengan kata lain Kadek Ta (24) dengan Made Suarmini (20) warga Jembrana, Bali. Wahyu yang lahir prematur dengan umur kandungan enam bln. ini, sesudah tumbuh besar jadi lumpuh lantaran alami CP (cerebral palsy). Akibat terganggunya manfaat otak serta jaringan saraf bikin balita ini lemas. Kakinya tak dapat di buat mengambil langkah serta matanya juga terganggu. Berat tubuhnya juga begitu rendah serta dibawah garis merah.

Hingga dia butuh memperoleh perawatan spesial. Lebih memprihatinkan lagi, Wahyu berbarengan ke-2 orang tuannya sepanjang satu tahun ini tinggal di gubuk diatas tanah punya orang lain. Mereka tinggal di Dusun Yeh Buah, Desa Penyaringan, Kecamatan Mendoyo, Jembrana. Kadek Ta yang asal Tuwed Melaya terlebih dulu sempat juga menumpang dirumah mertuanya di Yeh Buah. Namun karena menginginkan mandiri pasutri itu lalu tinggal menumpang di tanah orang lain. " Lantaran kami diberikan menumpang oleh yang memiliki tanah, kami lalu bangun gubuk dibantu mertua, " tutur Kadek Ta di jumpai di gubuknya, Kamis (7/4). Dari penilaian merdeka. com, mereka juga saat ini mesti tidur beralas tanah. Menurut Kadek Ta bila hujan, kasur mereka bakal jadi lengket lantaran air merembes kedalam gubuk.

 Untuk menghidupi anak istrinya, Kadek Ta cuma jadi tukang panjat kelapa serta buruh serabutan dengan pendapatan yang pas-pasan. " Terkadang gw bisa panggilan kerja menuai kelapa, namun terkadang sekian hari gw nganggur, " katanya. Sesungguhnya Suarmini istri Kadek Ta mempunyai kekuatan menjahit baju bahkan juga telah mempunyai mesin jahit, tetapi lantaran keadaan anaknya seperti itu dia tak dapat lagi lakukan aktivitas yang lain. Istrinya cuma konsentrasi mengurusi anaknya yang lumpuh. Disamping itu Perbekel Desa Penyaringan (kepala dusun), Made Destra waktu datang ke tempat tinggal Kadek Ta menyampaikan, bila Putu Wahyu baru didata untuk diusulkan memperoleh pertolongan dari Kementerian Sosial. " Dari konfirmasi gw ke staf tuturnya baru didata kelak bakal kami usulkan. Untuk usulan masuk ke buku merah, kami akan usulkan. Keluarga ini belum masuk lantaran adalah pindahan dari desa lain. Terlebih dulu mereka menumpang dirumah mertuanya, " tuturnya.

Sabtu, 23 April 2016

Jokowi diminta bentuk komite buat hentikan skandal politik hukum

Komisi untuk Orang Hilang serta Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengira usaha rekonsiliasi masalah pelanggaran HAM berat saat lantas lantaran ada skandal politik hukum. Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga disuruh membuat Tim Komite Kepresidenan untuk hentikan skandal itu.

 " Memohon Presiden Jokowi selekasnya terbitkan ketentuan presiden mengenai pembentukan Tim Komite Kepresidenan untuk mengakhiri skandal politik hukum, " kata Wakil Koordinator KontraS, Puri Kencana Putri dalam info pers di Kantor KontraS, Jakarta, Kamis (7/3). Diluar itu, KontraS mengharapkan Presiden Jokowi hentikan gagasan simposium yang dikoordinir oleh Menteri Koordinator Bagian Politik, Hukum serta HAM (Menko Polhukam) Luhut Binsar Panjaitan. Dimana Luhut mengundang beberapa pelaku pelanggar HAM untuk duduk berbarengan dengan beberapa korban. Tidak cuma itu, dalam simposium itu, Luhut juga gagasannya bakal mengundang sebagian nama yang kontroversial, satu diantaranya Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Abraham Lunggana dengan kata lain Lulung. Bahkan juga, komunitas simposium ini juga di ketahui di dukung oleh Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) dibawah arahan Sidharta D yang di dukung oleh Agus Widjojo serta Andi Widjajanto. " KontraS mempertanyakan apa landasan dokumen, info serta intinya metodologi yang dipakai oleh tim simposium ini?, " tutur dia.

" Bagaimana komunitas ini dapat memberi ruangan partisipasi pada korban bila beberapa pelaku serta beberapa orang punya masalah di mata hukum serta HAM juga ada ditempat yang sama tidak ada mekanisme serta lebih dahulu memulihkan martabat korban serta keluarga, " tegasnya. Di segi lain, KontraS juga menekan Presiden Jokowi mengevaluasi 3 komisioner Komnas HAM yang disangka kongkalikong dengan pihak Kejagung maupun Luhut untuk lakukan rekonsiliasi masalah pelanggaran HAM berat saat lantas itu. " Pelajari 3 individu komisioner Komnas HAM yang dengan cara jelas tak menggerakkan mandatnya serta condong menghalangi usaha korban untuk mencari keadilan. Bila perlu mandat mesti dicabut, " pungkas Puri.

Jumat, 22 April 2016

Gagal saat mendarat, 2 penerjun TNI AU tewas di Halim

2 Penerjun payung Korp Pasukan Khas TNI AU tewas waktu gladi bersih dalam rencana TNI AU di Halim Perdanakusuma. Keduanya mendarat tak prima. " Iya, tadi ada insiden ditu.

Gladi bersih ini diikuti beberapa ratus penerjun, namun dua penerjun mendarat tak prima, " tutur Kadispenau, Marsma TNI Dwi Badarmanto waktu dihubungi merdeka. com, Jakarta, Kamis (7/4). Menurutnya, dua personel itu Kopda Beni serta Pratu Supranoto. Insiden pertama, penerjun talinya melilit serta sulit dikendalikan, hingga terjun di perumahan TNI AU. " Sedang yang ke-2 juga mendarat tak prima lantaran angin besar, " tuturnya. Dua penerjun payung itu di ketahui tengah latihan untuk perayaan hari lagi th. TNI AU yang bakal diperingati pada tanggal 9 April 2016 besok.

Jaksa Agung ditantang beberkan alasan tolak tuntaskan kasus HAM

Jaksa Agung M Prasetyo berang serta menampik disalahkan atas mangkraknya masalah pelanggaran HAM berat saat lantas. Prasetyo menilainya Komnas HAM serta DPR juga mempunyai tanggung jawab untuk merampungkan masalah itu. Menyikapi hal semacam itu, Wakil Koordinator Komisi untuk Orang Hilang serta Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Puri Kencana Putri memohon Prasetyo tidak untuk menyalahkan pihak lain. Puri menantang Prasetyo untuk menerangkan dengan cara detil bukti-bukti yang dibutuhkan Kejagung untuk mengusut masalah pelanggaran HAM berat saat lantas itu. " Kita uji dalihnya bukti kurang, mereka mesti terangkan dengan cara rasional tanda bukti seperti apa yang menurut versus mereka itu telah cukup serta valid disini kan tak terang. Disini kan dia cuma katakan serta menantang KontraS tunjukkan barang buktinya mana, " kata Puri dalam info pers di Kantor KontraS, Jakarta, Kamis (7/3).

 " Saat ini kita bertanya balik, situ bila ingin bukti oke kita siapkan namun tanda bukti mana yang situ perlukan. Hasil visum ada hasil forensik ada, BAP korban dari Aceh hingga Timor Leste itu ada, " katanya. Di segi lain, KontraS lihat Komnas HAM tak sungguh-sungguh merampungkan masalah pelanggaran HAM berat di saat lantas. Sebab, dari sembilan komisioner, ada tiga komisioner yang menginginkan lakukan rekonsilisasi pada masalah pelanggaran HAM itu. " Yang enam ini mesti bekerja mencari semuanya tanda bukti, hasil BAP serta gelar perkara, undang media kita miliki tanda bukti ini, alat visum ini, korban miliki BAP ini, " jelas Puri. Terkecuali ke enam komisioner itu, menurut Puri dalam soal ini Presiden harus juga turun tangan dengan membuat tim audit untuk menyelesaikan masalah pelanggaran HAM berat itu dengan selesai.

" Gw menyampaikan mesti dibuat tim audit. Jaksa Agung katakan bukti tidak cukup sesaat Komnas HAM agak malu-malu ingin katakan telah kita telah raih, rekonsiliasi saja dari saat ini, " tuturnya. " Bila lihat kaya gini, presiden harusnya katakan mari kita buat audit pelanggaran HAM berat gw ingin bentuk tim diisi beberapa orang yang pakar di bagian pemulihan HAM internasional, tidak dibawah Luhut tidak dibawah si Darto serta yang lain.

Ini permasalahan presiden ingin apa tidak mempercepat sistem pengadilan, " pungkas Puri. Terlebih dulu, Jaksa Agung M Prasetyo menampik dimaksud dalang dibalik mangkraknya masalah pelanggaran HAM berat saat lantas. Prasetyo memohon pihak-pihak spesifik terutama KontraS tidak cuma menekan Kejagung tetapi Komnas HAM serta DPR untuk bertanggungjawab atas masalah itu. " Bertanya juga ke Komnas HAM apa masalahnya, apa hambatannya, apa jalan keluar yang bakal dikerjakan. Jadi janganlah salahkan Kejaksaan saja, " kata Prasetyo di Kejagung, Jakarta, Jumat (11/3). " Bertanya juga yang lain termasuk DPR. Kita juga tak dapat lakukan apa-apa tidak ada peradilan HAM ad hoc. Saat ini belum ada, ingin buat apa? " lebih dia.

KPK belum temukan aliran uang suap Podomoro ke pejabat Pemprov DKI

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebutkan pemanggilan sebagian petinggi pemprov DKI Jakarta tak dan merta memberikan indikasi keterlibatan serta ada aliran duit suap dari PT Agung Podomoro Land ke pemprov berkaitan kajian rancangan ketentuan daerah (raperda) zonasi pesisir teluk Jakarta. KPK baru temukan ada aliran duit suap ke anggota DPRD DKI Jakarta.